BAB
II
SUBJEK
DAN OBJEK HUKUM
2. SUBJEK DAN OBJEK HUKUM
Orang adalah pembawa hak dan kewajiban atau
setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak
dan kewajiban dalam lalu lintas hukum disebut subjek hukum. Subjek hukum
terdiri dari dua :
1.1 Manusia Biasa
Seorang manusia sebagai pembawa hak (subjek
hukum) dimulai pada saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal
dunia, kecuali dalam Pasal 2 Ayat 1 KUH Perdata menegaskan bahwa anak yang ada
dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan bila kepentingan si
anak menghendakinya, dengan memenuhi persyaratan :
·
Si anak
telah dibenihkan pada saat kepentingan tersebut timbul,
·
Si anak
harus dilahirkan hidup, dan
·
Ada
kepentingan yang menghendaki anak tersebut memperoleh status sebagai hukum.
Ditambahkan
juga pada Pasal 2 Ayat 2 KUH Perdata apabila ia dilahirkan mati maka ia
dianggap tidak pernah ada. Jadi Negara RI sebagai Negara hukum mengakui setiap
orang sebagai subjek hukum oleh undang-undang.
Dalam Pasal 27 UUD 1945 menetapkan bahwa
segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, dalam pemerintahan,
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Seperti dalam hukum telah dibedakan dari segi
perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
·
Cakap
melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21
tahun) dan berakal sehat.
·
Tidak cakap
melakukan perbuatan hukum.
Berdasarkan
Pasal 1330 KUH Perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian
adalah :
·
Orang-orang
yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun);
·
Orang yang
terkena gangguan jiwa, pemabuk atau pemboros;
· Orang
wanita yang dalam perkawinan atau yang berstatus sebagai istri (telah dicabut
dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3/1963 Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 yang menetapkan hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan-pergaulan hidup
bersama dalam masyarakat dan tiap-tiap pihak berhak melakukan perbuatan hukum).
2.2 Badan Hukum (Rechts Person)
Badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak
berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, seperti dapat melakukan
persetujuan-persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari
kekayaan anggota-anggotanya. Misalnya, suatu perkumpulan diminta pengesahan
sebagai badan hukum dengan cara :
·
Didirikan
dengan akta notaris;
·
Didaftarkan
di kantor panitera pengadilan negeri setempat;
· Dimintakan
pengesahan anggaran dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan
khusus untuk badan hukum dana pension, pengesahan anggaran dasarnya dilakukan
oleh Menteri Keuangan;
·
Diumumkan
dalam Berita Negara RI.
Badan
hukum dibedakan menjadi dua bentuk :
Ø Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Person)
Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum
public atau yang menyangkut kepentingan public atau orang banyak atau Negara
umumnya. Badan hukum ini dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan
perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif
(pemerintah) atau badan pengurus ditugaskan untuk itu, seperti Negara RI,
pemerintah daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia, dan perusahaan-perusahaan
Negara.
Ø Badan Hukum Privat (Privat Rechts Person)
Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum
sipil. Badan hukum ini merupakan badan swasta yang didirikan orang untuk tujuan
tertentu, yakni mencari keuntungan, social, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lainnya
menurut hukum yang berlaku secara sah, misalnya perseroan terbatas, koperasi,
yayasan, dan badan amal.
2.3 Objek Hukum
Objek hukum menurut Pasal 499 KUH Perdata,
yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau
segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek
hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik (eigendom). Berdasarkan
Pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dibagi menjadi dua, yaitu :
·
Benda yang
bersifat kebendaan (materiekegoederen)
Suatu benda yang sifatnya dapat dilihat,
diraba, dan dirasakan dengan panca indera, terdiri dari :
·
Benda
bertubuh/berwujud, meliputi;
1)
Benda bergerak/tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda
yang tidak dapat dihabiskan;
2)
Benda tidak bergerak;
§ Benda tidak bertubuh/tidak berwujud, seperti
surat berharga.
§ Benda yang bersifat tidak kebendaan
(immateriekegoederen)
Suatu
benda yang hanya dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan
kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merek
perusahaan, paten, ciptaan music atau lagu.
Dalam KUH Perdata benda dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut :
§ Barang yang wujud (lichamelijk) dan barang
yang tidak berwujud (lichamelijk);
§ Barang yang bergerak dan barang yang tidak
bergerak;
§ Barang yang dapat dipakai habis (vebruikbaar)
dan barang-barang yang dipakai tidak habis (onvebruikbaar);
§ Barang-barang yang sudah ada
(tegenvoordigezaken) dan barang-barang yang masih akan ada (toekomstigezaken);
§ Barang-barang uang dalam perdagangan (zaken in
de handle) dan barang-barang yang di luar perdagangan (zaken buite de handle);
§ Barang-barang yang dapat dibagi dan
barang-barang yang tidak dapat dibagi.
2.3.1 Benda Bergerak
Benda bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai
berikut :
Benda
bergerak karena sifatnya, menurut Pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat
dipindahkan, missal meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya
ternak. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut Pasal 511 KUH
Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, missal hak memungut hasil atas
benda bergerak, hak pakai atas benda bergerak, dan saham perseroan terbatas.
2.3.2 Benda Tidak Bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi
seperti berikut :
§ Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni
tanah dan segala sesuatu yang melekat di atasnya, missal pohon, tumbuh-tumbuhan,
arca, dan patung.
§ Benda tidak bergerak karena tujuannya, yakni
mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik.
§ Benda tidak bergerak karena ketentuan
undang-undang ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak, missal
hipotik.
Membedakan
benda bergerak dan benda tidak bergerak sangat penting karena berhubungan
dengan empat hal yaitu :
§ Pemilikan (bezit)
Pemilikan (bezit) untuk benda bergerak berlaku
asas yang tercantum dalam Pasal 1977 KUH Perdata, yaitu bezitter dari barang
bergerak adalah eigennar (pemilik) dari barang tersebut, sedangkan untuk benda
tidak bergerak tidak demikian halnya.
§ Penyerahan (levering)
Penyerahang (levering) untuk benda bergerak
dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke
tangan, sedangkan benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
§ Daluarsa (verjaring)
Daluarsa (verjaring) untuk benda bergerak
tidak mengenal daluarsa sebab bezit disini sama dengan eigendom (pemilikan)
atas benda bergerak tersebut, sedangkan untuk benda tidak bergerak mengenal
adanya daluarsa.
§ Pembebanan (bezwaring)
Pembebanan (bezwaring) untuk benda bergerak
dilakukan dengan pand (gadai, fidusia), sedangkan untuk benda tidak bergerak
dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah.
2.4 Hukum Benda (Zakenrecht)
Hukum benda merupakan bagian dari hukum
kekayaan (vermogensrecht), yakni peraturan-peraturan yang mengatur hak dan
kewajiban manusia yang bernilai uang. Hak kebendaan merupakan hak mutlak atau
lawannya hak nisbi.
2.4.1 Hak Mutlak (Hak Absolut)
Hak mutlak (hak absolut) terdiri dari :
a)
Hak
kepribadian, misalnya hak atas namanya, hidup, kemerdekaan, dan lain-lain.
b)
Hak yang
terletak dalam hukum keluarga, yakni hak yang timbul karena adanya hubungan
antara suami istri dan hubungan orang tua dan anak.
c)
Hak mutlak
atas suatu benda inilah yang disebut hak kebendaan.
2.4.2 Hak Nisbi (Hak Relatif)
Hak nisbi (hak relatif) atau persoonlijk
adalah semua hak yang timbul karena adanya hubungan utang-piutang, dan
utang-piutang timbul dari perjanjian dan undang-undang.
1. Penggolongan hak kebendaan
Penggolongan
hak kebendaan dalam KUH Perdata dibedakan menjadi 2 kelompok :
a)
Hak kebendaan yang sifatnya memberikan
kenikmatan atas suatu benda miliknya sendiri,
contohnya hak milik atas benda bergerak, dan hak yang memberikan kenikmatan
atas benda milik orang lain, misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak
dan hak pakai atas benda bergerak.
b)
Hak kebendaan yang sifatnya memberikan jaminan
atas pelunasan utang,
contohnya gadai (pand) yang merupakan jaminan utang atas benda bergerak dan
hipotik sebagai jaminan atas benda tidak bergerak selain tanah.
2. Cara memperoleh hak milik atas suatu benda
Berdasarkan
Pasal 584 KUH Perdata cara memperoleh hak milik atas suatu benda, antara lain :
a.
Pelekatan,
b.
Daluwarsa,
c.
Pewarisan,
dan
d.
Penyerahan
(levering).
Untuk
penyerahan (levering) berdasarkan suatu title pemindahan hak berasal dari
seorang yang berhak memindahkan hak milik kepada orang lain sebagai berikut :
1) Penyerahan (levering) atas benda bergerak
diatur dalam Pasal 612 KUH Perdata, dilakukan dengan cara penyerahan dari
tangan ke tangan.
2) Penyerahan (levering) atas benda tak bergerak
(tanah) dilakukan dengan pembuatan akta PPAT.
3) Penyerahan (levering) atas benda tak berwujud
diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata untuk :
§ Piutang atas tunjuk (aan toonder), dengan
penyerahan nyata;
§ Piutang
atas nama (op naam), dengan cessie;
§ Piutang tidak kepada pengganti (aan order),
penyerahan surat disertai dengan endosemen.
2.5 Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai
Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan
utang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang
memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang
dijadikan jaminan, jika debitor melakukan wansprestasi terhadap suatu
perjanjian.
2.6 Macam-Macam Pelunasan Utang
2.6.1 Pelunasan Utang dengan Jaminan Umum
Pada
Pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitor, baik yang ada
maupun yang akan ada, baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan
jaminan terhadap pelunasan utang yang dibuatnya. Sedangkan Pasal 1132 KUH Perdata
menyebutkan harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi
semua kreditor yang memberikan utang kepadanya.
Dalam
hal ini, benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan apabila telah memenuhi
syarat sebagai berikut :
§ Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat
dinilai dengan uang);
§ Benda tersebut dapat dipindahtangankan haknya
kepada pihak lain.
2.6.2 Pelunasan Utang dengan Jaminan Khusus
Hak
khusus bagi jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan
fidusia.
2.7 Gadai
Dalam Pasal 1150 KUH Perdata disebutkan bahwa
gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak yang
diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin
suatu utang.
2.7.1 Sifat-Sifat Gadai
a.
Gadai
untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
b.
Gadai
bersifat accesoir, artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok.
c.
Adanya
sifat kebendaan.
d.
Syarat
inbezitztelling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai,
atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
e.
Hak untuk
menjual atas kekuasaan sendiri.
f.
Hak
prefernsi (hak untuk didahulukan), sesuai dengan Pasal 1130 dan Pasal 1150 KUH
Perdata.
g. Hak gadai
tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus
dengan dibayarnya sebagian dari utang.
2.7.2 Objek Gadai
Objek Gadai adalah semua benda bergerak dan
pada dasarnya bisa digadaikan untuk mendapatkan pembayaran uang, yang berwujud
surat-surat piutang kepada pembawa, atas unjuk, dan atas nama, serta hak paten.
2.7.3 Hak Pemegang Gadai
Hak yang didapat si pemegang gadai selama
gadai berlangsung.
· Pemegang
gadai berhak menjual benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri. Hasil
penjualan sebagian untuk melunasi utang debitor dan sisanya dikembalikan kepada
debitor.
· Pemegang
gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi yang berupa biaya-biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkan benda gadai.
· Pemegang
gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai sampai ada peluasan utang dari
debitur (jumlah utang dan bunga).
·
Pemegang
gadai mempunyai hak preferensi dari kreditur-kreditur yang lain.
·
Hak untuk
menjual benda gadai dengan perantara hakim.
·
Atas izin
hakim tetap menguasai benda gadai.
2.7.4 Kewajiban-Kewajiban Pemegang Gadai
a) Pasal 1157 ayat 1 KUH Perdata pemegang gadai
bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga barang yang digadaikan,
jika itu semua terjadi atas kelalaiannya.
b) Pasal 1156 ayat 2 KUH Perdata berkewajiban
untuk memberitahukan pemberi gadai jika barang gadai dijual.
c) Pasal 1159 ayat 1 KUH Perdata bertanggung
jawab terhadap hasil penjualan barang gadai.
d) Kewajiban untuk mengembalikan benda gadai jika
debitor melunasi utangnya.
e) Kewajiban untuk memelihara benda gadai.
2.7.5 Hapusnya Gadai
a.
Hapusnya
perjanjian pokok (sudah dilunasi).
b.
Karena
musahnya benda gadai.
c.
Karena
pelaksanaan eksekusi.
d.
Karena
pemegang gadai telah melepaskan hak gadai secara sukarela.
e.
Karena
pemegang gadai telah kehilangan kekuasaan atas benda gadai.
f.
Karena
penyalahgunaan benda gadai.
2.8 Hipotik
Berdasarkan Pasal 1162 KUH Perdata adalah
suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian dari
padanya bagi pelunasan suatu perutangan.
2.8.1 Sifat-Sifat Hipotik
a.
Bersifat
accesoir, yakni seperti halnya gadai.
b. Mempunyai
sifat zaaksgevolg (droit de suite), yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti
bendanya dalam tagihan tangan siapapun benda tersebut berada.
c.
Lebih
didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain.
d.
Objeknya
benda-benda tetap.
2.8.2 Objek Hipotik
Dengan
berlakunya UUHT, objek hipotik meliputi sebagai berikut :
a) Kapal
laut, Pasal 314 Ayat 4 KUH Dagang dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Pelayaran.
b) Kapal
terbang dan helicopter berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1992 tentang
Penerbangan.
2.9 Perbedaan Gadai dan Hipotik
a.
Gadai
harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang digadaikan,
sedangkan hipotik tidak.
b. Gadai
hapus jika barang yang digadaikan berpindah ke tangan orang lain, sedangkan
hipotik tidak, tetapi tetap mengikuti bendanya walaupun bendanya
dipindahtangankan ke orang lain.
c.
Satu
barang tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai walaupun tidak dilarang,
tetapi beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan di atas satu benda
merupakan keadaan biasa.
d. Adanya
gadai dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dipakai untuk
membuktikan pejanjian pokok, sedangkan perjanjian hipotik dibuktikan dengan
akta otentik.
2.10 Hak Tanggungan
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Hak
Tanggungan (UUHT), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang
dibebankan berikut benda-benda lain yang bersangkutan.
UUHT
memberikan kedudukan kreditor tertentu yang kuat dengan ciri-ciri berikut :
a)
Kreditor
yang diutamakan terhadap kreditor lainnya.
b)
Hak
tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun berada atau selama
perjanjian pokok belum dilunasi.
c) Memenuhi
syarat spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan
memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
d)
Mudah dan
pasti pelaksanaan eksekusinya.
Benda
yang akan dijadikan jaminan hutang, harus memenuhi syarat-syarat berikut
a)
Benda
tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
b)
Benda
tersebut dapat dipindahtangankan haknya kepada pihak lain.
c)
Tanah yang
akan dijadikan jaminan ditunjuk oleh undang-undang.
d) Tanah
tersebut sudah terdaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1997
tentang pendaftaran tanah.
2.10.1 Objek Hak Tanggungan
Dalam
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang menjadi objek hak tanggungan,
yakni :
a)
Hak milik
(HM)
b)
Hak guna
bangunan (HGB)
c)
Hak guna
usaha (HGU)
d)
Rumah
susun berikut tanah hak bersama serta hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS)
e)
Hak pakai
atas tanah Negara
Setiap pemberian hak tanggungan harus
dilakukan pembebanan yang meliputi tahap pemberian dihadapan pejabat pembuat
akta tanah (PPAT) dan tahap pendaftaran hak tanggungan di kantor badan
pertahanan. Kemudian, proses pemberian hak tanggungan dilakukan dihadapan PPAT
untuk dibuatkan akta pemberian hak tanggungan yang disaksikan oleh debitor,
kreditor, dan 2 orang saksi menurut hukum (dewasa dan berakal sehat), serta
PPAT.
Menurut Pasal 13 ayat 1 UUHT pemberian hak
tanggungan wajib didaftarkan pada kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN)
setempat.
Fungsi dari pendaftaran :
·
Sebagai
syarat konstitutif lahirnya hak tanggungan
·
Sebagai
pembuktian telah terjadi hak tanggungan
·
Sebagai
alat bukti bagi para pihak debitor, kreditor, maupun pihak ketiga.
Dalam Pasal 16 UUHT disebutkan jika piutang
yang dijamin dengan hak tanggungan beralih hukum karena cessie, subrogasi, atau
sebab lain maka hak tanggungan tersebut ikut beralih kepada kreditor baru.
Berdasarkan Pasal 21 UUHT apabila pemberi hak
tanggungan dinyatakan pailit maka pemegang hak tanggungan tetap berwenang
melakukan segala hak yang diperolehnya.
Dan berdasarkan Pasal 55 UU Nomor 34 Tahun
2004 setiap kreditor yang memegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak agunan
atas kebendaan lain dapat mengeksekusi seolah-olah tidak terjadi kepailitan.
Berdasarkan Pasal 20 UUHT hak yang diberikan
oleh kreditor :
a.
Pemegang
hak tanggungan pertama untuk menjual objek hak tanggungan sebagaimana
dimaksudkan Pasal 6.
b. Berdasarkan
titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 14 Ayat 2.
c.
Atas
kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan objek hak tanggungan
dapat dilaksanakan di bawah tangan untuk memperoleh harga yang tertinggi yang
akan menguntungkan semua pihak.
2.11 Fidusia
Fidusia merupakan suatu perjanjian accesor
antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan
atas benda bergerak milik debitor kepada kreditur. Hubungan hukum antara
pemberi fidusia (debitor) dengan penerima fidusia (kreditor) merupakan hukum
yang berdasarkan kepercayaan.
Lembaga jaminan fidusia telah diakui
berdasarkan yurisprudensi Keputusan Hooggerechtsh tanggal 18 Agustus 1932 serta
keputusan Mahkamah Agung tanggal 1 September 1971 Reg No. 372 K/Sip/1970.
Menurut Pasal 1 angka 1 UU No 42 tahun 1999,
fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan sesuatu atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa hak kepemilikannya dialihkan dan penguasaan tetap ada
pada pemilik benda.
Menurut pasal 1 angka 2 UUJF, jaminan fidusia
merupakan hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani
hak tanggungan.
Berdasarkan pasal 4 UUJF, jaminan fidusia
merupakan perjanjian ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan
kewajiban bagi para pihak di dalam memenuhi suatu prestasi untuk memberikan
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang.
2.11.1 Objek Jaminan Fidusia
Menurut
pasal 1 angka 4 UUJF yakni benda.
Dalam
pasal 3 benda tidak bergerak harus memenuhi persyaratan :
a)
Benda
tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
b) Benda
tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik, untuk benda bergerak tidak dibebani
dengan hak gadai.
2.11.2 Perjanjian Fidusia
Perjanjian yang harus dibuat dengan akta
notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.
2.11.3 Pendaftaran Fidusia
Berdasarkan pasal 14 ayat 3 UUJF pendaftaran
fidusia adalah jaminan fidusia yang lahir pada tanggal dicatat dalam buku
daftar fidusia dan merupakan bukti kreditor sebagai pemegang jaminan fidusia
yang diberikan sertifikat jaminan fidusia. Untuk benda bergerak berlaku
ketentuan pasal 1977 KUH Perdata yang mengatur, “barang siapa menguasai benda
bergerak dianggap sebagai pemiliknya”.
Tujuan
pendaftaran fidusia :
a) Untuk
melahirkan jaminan fidusia bagi penerima fidusia dan menjamin pihak yang
mempunyai kepentingan atas benda yang dijaminkan.
b) Untuk
memberikan perlindungan hukum kepada penerima dan pemberi fidusia serta pihak
ketiga yang berkepentingan.
c)
Memberikan
hak yang didahulukan (kreditur preferent).
d)
Memenuhi
asas spesialitas dan publisitas.
e)
Memberi
rasa aman kepada kreditur penerima jaminan fidusia dan pihak ketiga yang
berkepentingan.
2.11.4 Eksekusi Jaminan Fidusia
Berdasarkan pasal 15 ayat 2 UUJF, jika debitor
wansprestasi kreditor mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek
jaminan atas kekuasaan sendiri.
Berdasarkan pasal 39 UUJF, jika debitor cidera
janji eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat
dilakukan dengan cara berikut.
a)
Pelaksanaan
title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat 2 oleh kreditor.
b)
Penjualan
benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan debitor sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.
c)
Penjualan
di bawah tangan dilakukan berdasarkan kesepakatan debitor dan kreditor.
2.11.5 Larangan bagi Pemegang Fidusia
Berdasarkan pasal 23 ayat 2 UUJF, yakni
pemegang hak fidusia dilarang untuk mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan
kepada pihak lain.
2.11.6 Hapusnya Jaminan Fidusia
Berdasarkan pasal 25 UUJF, jaminan fidusia
dihapus karena :
·
Hapusnya
utang yang dijamin dengan fidusia,
·
Pelepasan
ha katas jaminan fidusia oleh debitor, dan
·
Musnahnya
benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
2.11.7 Jaminan Perseorangan (Borgtocht)
Berdasarkan pasal 1820 KUH Perdata, yakni
suatu perjanjian dimana pihak ketiga menanggung pelunasan terhadap utang
debitor apabila debitor tidak dapat melunasi utangnya. Namun, berdasarkan pasal
1821 KUH Perdata menyatakan bahwa tiada penanggungan jika tidak ada suatu
perikatan pokok yang sah.
Hak-hak istimewa bagi pemegang borgtocht :
a)
Hak uit
winning, yakni hak dari borg untuk meminta supaya harta kekayaan debitor
terlebih dahulu disita (pasal 1831 KUH Perdata).
b)
Hak
splitising, yakni hak dari borg dalam terdapat lebih dari seorang borg untuk
meminta agar terlebih dahulu diadakan pemecahan utang (pasal 1836 KUH Perdata).
SUMBER :
https://lintangasmara.wordpress.com/2011/05/15/bab-2-subjek-dan-objek-hukum/ [ Diakses pada, 10 April 2018 ]
SUMBER :
https://lintangasmara.wordpress.com/2011/05/15/bab-2-subjek-dan-objek-hukum/ [ Diakses pada, 10 April 2018 ]
Komentar
Posting Komentar