BAB
III
HUKUM
PERIKATAN
3.1 Hukum Perikatan
Dalam
buku III KUH Perdata merupakan hukum pelegkap, yakni berlaku bagi para pihak
yang mengadakan perjanjian sepanjang mereka tidak mengesampingkan syarat-syarat
dan isi dari perjanjian.
3.2 Perikatan
Menurut
beberapa ahli hukum perikatan adalah :
1. Wirjono Prodjodikoro dalam buku
Asas-Asas Hukum Perjanjian oleh Wirjono diterjemahkan menjadi hukum perjanjian,
bukan hukum perikatan.
2.
R.Subekti dalam buku Pokok-Pokok
Hukum Perdata menulis perkataan perikatan sebab menurut Buku III KUH Perdata
perikatan timbul dari :
·
Persetujuan atau perjanjian;
·
Perbuatan yang melanggar hukum;
·
Pengurusan kepentingan orang lain
yang tidak berdasarkan persetujuan.
3.3 Dasar Hukum Perikatan
Berdasarkan
KUH Perdata terdapat tiga sumber :
·
Perikatan yang timbul dari
persetujuan (perjanjian),
·
Perikatan yang timbul dari
undang-undang,
a) Perikatan terjadi karena
undang-undang semata, missal kewajiban orangtua untuk memelihara dan mendidik
anak-anak, yaitu hukum kewarisan.
b) Perikatan terjadi karena
undang-undang akibat perbuatan manusia baik yang diperbolehkan maupun yang
bertentangan dengan hukum.
·
Perikatan terjadi bukan
perjanjian, tetapi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.
3.4 Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian
Dalam
buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas
konsensualisme.
3.4.1 Asas Kebebasan Berkontrak
Dalam
pasal 1338 KUH Perdata juga dikatakan system terbuka, artinya dalam membuat
perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya
dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri.
3.4.2 Asas Konsensualisme
Dalam
pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
a)
Kata sepakat antara para pihak
yang mengikatkan diri
Yakni
para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dalam hal pokok dari
perjanjian tersebut.
b)
Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Artinya
pihak telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak dibawah pengampuan.
c)
Mengenai suatu hal tertentu
Artinya
apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis,jumlah, dan harga)
atau keterangan terhadap objek.
d)
Suatu sebab yang halal
Artinya
isi dari perjanjian itu harus mempunyai tujuan yang diperbolehkan oleh UU,
kesusilaan, atau ketertiban hukum.
Suatu
perjanjian dilihat dari syarat-syarat sahnya :
1)
Bagian inti (esensial)
adalah
bagian yang sifatnya harus ada di dalam perjanjian. Jadi, sifat ini yang
menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta.
2)
Bagian bukan inti
· Naturalia adalah sifat yang dibawa
oleh perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dalam benda yang akan dijual.
· Aksidential adalah sifat melekat
pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.
3.5 Wansprestasi
Wansperstasi
timbul apabila debitur tidak melakukan apa yang diperjanjikan (lalai).
Bentuk
dari wansprestasi yakni :
·
Tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukannya;
·
Melaksanakan apa yang
dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
·
Melakukan apa yang dijanjikan
tetapi terlambat;
·
Melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukannya.
3.6 Akibat-Akibat Wansprestasi
Hukuman
atau akibat bagi yang melakukan wansprestasi :
1.
Membayar kerugian yang diderita
oleh kreditur (ganti rugi)
a. Biaya adalah segala pengeluaran
yang nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak.
b. Rugi adalah kerusakan barang kepunyaan
kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor.
c. Bunga adalah kerugian yang berupa
kehilangan keuntungan yang sudah dihitung oleh kreditor.
2.
Pembatalan perjanjian atau
pemecahan perjanjian
Bertujuan
membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
Kalau satu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak yang lain maka harus
dikembalikan sehingga perjanjian itu ditiadakan.
3.
Peralihan risiko
Dalam
pasal 1237 KUH Perdata, peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul
kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang
menimpa barang dan menjadi objek perjanjian.
3.6.1 Jenis-Jenis Risiko
A.
Risiko dalam perjanjian
sepihak
Dalam
pasal 1237 KUH Perdata, yakni risiko ditanggung oleh kreditor.
1.
Risiko dalam perjanjian timbal
balik
· Risiko dalam jual beli diatur
dalam pasal 1460 KUH Perdata, yakni risiko
yang ditanggung oleh pembeli.
· Risiko dalam tukar menukar diatur
dalam pasal 1545 KUH Perdata, yakni risiko yang ditanggung oleh pemilik barang.
· Risiko dalam sewa-menyewa, diatur
dalam pasal 1553, yakni risiko yang ditanggung oleh pemilik barang.
3.6.2 Membayar Biaya Perkara
Berdasarkan
pasal 181 ayat 1, pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya perkara.
Sedangkan dalam pasal 1267 KUH Perdata, pihak yang merasa bahwa perjanjiannya
tidak dipenuhi diberi kewenangan untuk memilih.
Untuk debitor
yang ingin membela diri karena dituduh lalai ada 3 kategori :
I.
Mengajukan tuntutan adanya keadaan
memaksa
Berdasarkan
pasal 1244 KUH Perdata debitor tidak akan dihukum untuk membayar ganti rugi
apabila ia membuktikan bahwa hal tidak
dilaksanakan perjanjian dan disebabkan oleh keadaan memaksa.
a.
Mengajukan bahwa si berpiutang
(kreditor) sendiri juga telah lalai
b.
Pelepasan hak
3.7 Hapusnya Perikatan
Berdasarkan
pasal 1381 KUH Perdata, ada 10 cara penghapusan suatu perikatan :
·
Pembayaran merupakan setiap
pemenuhan perjanjian secara sukarela;
·
Penawaran pembayaran tunai diikuti
dengan penyimpangan atau penitipan;
·
Pembaharuan utang;
·
Perjumpaan utang atau kompensasi;
·
Percampuran utang;
·
Pembebasan utang
·
Musnahnya barang yang terutang;
·
Batal/pembatalan;
·
Berlakunya suatu syarat batal;
·
Lewat waktu;
3.8 Memorandum of Understanding (MoU)
Menurut
pendapat Munir Faudi, memorandum of understanding disebut juga dengan nota
kesepakatan.
Berdasarkan
pasal 1338 KUH ayat 1 KUH Perdata, diartikan bahwa apa pun yang dibuat sesuai
kesepakatan kedua belah pihak merupakan hukum yang berlaku baginya, sehingga
mengikat kedua belah pihak merupakan hukum yang berlaku baginya.
Asas
kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan untuk :
·
Membuat atau tidak membuat
perjanjian;
·
Mengadakan perjanjian dengan
siapapun;
·
Menentukan isi perjanjian,
pelaksanaan, dan persyaratannya;
·
Menentukan bentuk perjanjian,
tertulis atau lisan.
Asas
kebebasan berkontrak dibatasi oleh rambu-rambu hukum :
·
Harus memenuhi syarat sebagai
kontrak;
·
Tidak dilarang oleh undang-undang;
·
Tidak bertentangan dengan
kebiasaan yang berlaku;
·
Harus dilaksanakan dengan itikad
baik.
3.8.1 Ciri-Ciri Memorandum of Understanding
a.
Isinya ringkas, sering kali hanya
satu halaman saja;
b.
Berisikan hal-hal yang pokok-pokok
saja;
c.
Hanya bersifat pendahuluan saja,
yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci;
d. Mempunyai jangka waktu berlakunya
(1 bulan,6 bulan, setahun) jika dalam jangka waktu tersebut tidak dilanjutkan
penandatanganan maka perjanjian akan batal. Kecuali diperpanjang oleh para
pihak;
e.
Dibuat dalam bentuk perjanjian
bawah tangan;
f.
Tidak ada kewajiban yang bersifat
memaksa.
3.8.2 Alasan-Alasan dibuat Memorandum Of
Understanding
a.
Karena prospek bisnis yang belum
jelas.
b.
Karena dianggap penandatanganan
kontrak masih lama dengan negosiasi yang alot.
c.
Karena tiap-tiap pihak masih ragu
dan perlu waktu dalam menandatangani kontrak.
d. MOU dibuat dan ditandatangani oleh
para eksekutif dari suatu perusahaan perlu suatu perjanjian yang lebih rinci
yang dirancang oleh staf yang berkaitan.
3.8.3 Tujuan Memorandum of Understanding
Tujuan
pembuatan Memorandum of Understanding dimaksudkan supaya memberikan kesempatan
kepada pihak yang bersepakat untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan
atau tidak jika diadakan kerjasama, sehingga MOU dapat ditindaklanjuti dengan
perjanjian dan dapat diterapkan sanksi-sanksi.
Sumber :
Sumber :
https://lintangasmara.wordpress.com/2011/05/15/bab-3-hukum-perikatan/
[ Diakses pada, 12 April 2018 ]
Komentar
Posting Komentar